THE VOTERS, MAKASSAR — Memasuki musim panen raya. Harga komoditas ekspor rumput laut justru alami penurunan harga.
Hal tersebut membuat para pelaku usaha ekspor rumput laut Sulsel menjerit. Sebab semestinya musim panen ini menjadi momentum untuk meningkatkan pendapatan pelaku usaha.
Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Sulselbar, Arief R Pabettingi menuturkan bahwa saat ini geliat ekspor Sulsel terus terjadi. Namun saat ini ada hal yang sedikit menjadi problem untuk eksportir.
“Jadi satu minggu terkahir ini harga komoditas rumput laut turun dari harga Rp18 ribu ke harga Rp13.500 ini membuat eksportir menjerit,” ucapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pihaknya menyayangkan hal tersebut bisa terjadi. Seba saat ini lagi musim panen untuk rumput laut di beberapa daerah di Indonesia khusunya Sulsel.
“Jadi sekarang ini daerah sentra rumput laut sedang melakukan panen raya,” katanya,
Ia juga memandang bahwa salah satu penyebab terjadinya penurunan harga komoditas rumput laut karena volume barang yang banyak sebab sedang terjadi panen raya.
“Jadi dengan menumpuknya volume barang, Itu salah menjadi penyebab harga rumput laut menurun,ucapnya.
Ketua IKA Pascasarjana STIE Bongaya ini mengaharapkan agar pemerintah harus hadir mengkondisikan harga agar tidak terlalu turun. Pemerintah harus mejaga agar harga stabil sampai selesai panen.
“Pemerintah harus hadir mengawasi agar harga ini tidak dipermainkan oleh trader,” ucapnya.
Selaian itu, pemerintah harus bisa mengoptimalkan penyerapan semua rumput laut yang ada di sentra penghasil rumput laut seperti Pinrang, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Bone, Sinjai, dan beberapa daerah pesisir laut di Sulsel.
“Semua komoditas rumput laut itu dikumpulkan dalam satu gudang menunggu sembari menunggu PO atau negara pembeli,” ujarnya.
Arief juga membeberkan bahwa selama ini tren ekspor rumput laut di Sulsel selalu menunjukkan kinerja yang postif dengan volume yang tinggi.
“Jadi volume pengiriman kita untuk ekspor rumput laut itu mencapai 500 kontainer dalam satu bulan dan ekspor rumput laut paling dominan dikirim ke China, Vietnam, Eropa, dan Amerika Latin,” bebernya.
Diketahui rumput laut Indonesia itu nomor dua terbaik di dunia setelah China, ini peluang bagi pelaku usaha rumput laut, karena akan tetap dicari oleh buyer negara luar.
“Jadi kondisi sekarang harusnya petani kita mendapatkan manfaat dari banyaknya volume barang, sehingga ini bisa menambah pendapatan mereka,” tuturnya.
Wakil Direktur CV Adi Tirta, Minche Wijaya menuturkan bahwa saat ini memang permintaan pasar untuk komoditas rumput laut masih lesu. Maka dari itu beberapa pelaku usaha eksportir atau industri melakukan seleksi kualitas agar bahan baku yang diterima menjadi lebih baik.
“Biasanya yang diterima umumnya kadar air 37-38 persen sekarang berubah ke kadar air 35-36 persen,” ucapanya.
Kata dia, kemungkinan perubahan ini berimplikasi kepada pengurangan harga. Apalagi bagi petani yang tidak memiliki fasilitas penjemuran yang memadai dan ataupun kebiasaan atau tabiat yang agak sulit diubah.
“Kami berharap semoga petani, pengepul, eksportir, dan industri bisa saling bekerjasama dan memahami problematika pangsa pasar yang harus dihadapi bersama-sama yang cenderung berubah-ubah akibat persaingan pasar hidrocoloid dunia,” harapnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, Aryanto menuturkan bahwa pihaknya mencatat nilai ekspor yang dikirim melalui pelabuhan Sulsel pada Maret tercatat mencapai USD 190,26 juta atau Rp3 triliun.
“Angka ini mengalami peningkatan sebesar 40,40 persen bila dibandingkan nilai ekspor bulan Februari yang mencapai USD 135,52 juta atau Rp2,1 triliun,” ucapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa ada lima kelompok komoditas utama yang diekspor pada Maret. Dan itu menjadi komoditas ekspor andalan Sulsel saat ini.
“Komoditas ekspor yang dimaksud yaitu nikel 43,54 persen, besi dan baja 21,06 persen, biji bijian berminyak 6,97 persen, bahan bakar mineral 6,91 persen, dan ikan dan udang 6,44 persen,” tuturnya.
Kemudian untuk negara tujuan ekspor juga sangat beragam. Namun sebagian besar ekspor pada Maret ditujukan ke Jepang, Tiongkok, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam.
“Dengan proporsi masing-masing 45,40 persen, 33,08 persen, 7,04 persen, 3,07 persen dan 1,27 persen,” terangnya. (***)
Tinggalkan Balasan