THE VOTERS, MAKASSAR – Kemampuan daya beli masyarakat beroperasi kemballi tertekan. Hal tersebut dikarenakan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) yang menurun.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, Aryanto menuturkan NTP yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (it) terhadap indeks harga yang dibayar petani (ib), merupakan salah satu proxy indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan.
NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk
biaya produksi.
“Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani,” ucapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pihaknya mencatat NTP Gabungan Sulsel pada
Mei sebesar 115,53 capaian terakhir mengalami penurunan 1,08 persen dibandingkan dengan NTP bulan April sebesar 116,80.
“Adapaum rinciannya yakni NTP Subsektor Tanaman Pangan (NTPP) tercatat sebesar 100,66, Subsektor Tanaman Hortikultura (NTPH) sebesar 138,51, Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) sebesar 159,60, Subsektor Peternakan (NTPT) sebesar 111,65, dan Subsektor Perikanan (NTNP) sebesar 109,60,” ujarnya.
Kata dia, pada Mei empat dari lima subsektor pertanian mengalami penurunan NTP dibanding bulan sebelumnya.
“Subsektor yang dimaksud yaitu Subsektor Tanaman Pangan sebesar 3,20 persen, Subsektor Tanaman Hortikultura sebesar 3,00 persen, Subsektor Peternakan sebesar 0,65 persen, dan Subsektor Perikanan sebesar 0,58 persen,” ujarnya.
Ia menjalaskan bahwa Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat menjadi satu-satunya yang mengalami peningkatan NTP sebesar 3,51 persen.
“Untuk Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) Mei sebesar 118,96, capain itu juga turun 1,30 persen dibandingkan bulan sebelumnya,” katanya.
Bendahara Umum DPN Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Andi Iwan Darmawan Aras menuturkan pada prinsipnya setiap kenaikan harga kebutuhan penyelenggaraan pertanian itu akan menaikkan biaya produksi di tingkat petani. Mulai dari pengangkutan bahan dan alat pertanian.
“Misalnya pupuk, bibit jadi distributor di tingkat petani itu akan menaikkan lagi ongkos produksi pasca panen juga pasti akan naik, mulai dari tempat panen ke penjualan akhir,” ucapnya.
Lebih lanjut Plt Ketua HKTI Sulsel itu juga mengatakan dengan terjadinya kenaikan tersebut, langkah yang harus dilakukan adalah bagaimana menjaga harga di tingkat petani agar tetap stabil.
“Harga boleh naik tetapi masih mampu di beli oleh masyarakat jangan sampai harga naik tapi nilai tukar petani semakin turun itukan ironi,” katanya.
Kemudian Wakil Ketua Komisi V DPR RI itu juga melihat kondisi ini berpotensi membuat harga-harga nilai pertanian naik, tetapi nilai tukar petani semakin turun karena tingginya cost produksi.
“Hal itu akan pasti akan mengurangi keuntungan yang diperoleh oleh petani, maka dari itu NTP ini mesti terus diatensi agar terus bisa terjaga dan petani bisa merasakan manfaatnya,” ucapnya.
Badan Kehormatan BPP Hipmi itu juga melihat, hal ini merupakan efek domino yang tidak diinginkan oleh petani dengan alasan bahwa kebutuhan langkah atau harga semakin melambung tinggi makanya dibuka keran impor pangan.
“Kita juga berharap agar terjadi kenaikan harga produk-produk pertanian, tidak malah menjadi wacana di pemerintah untuk membuka keran impor dengan alasan menstabilkan harga,” harap Ketua Gerindra Sulsel itu. (***)
Tinggalkan Balasan